ASAL MULA NAMA BANJARAN PUCUNG CILANGKAP DEPOK
DICERITAKAN KEMBALI OLEH
NURUL FATMA HUDHA
Menurut
Kong Tahib (86 thn) , sesepuh Banjaran Pucung, sejarah kota Depok tidak sekedar
berawal dari keberadaan pejabat tinggi VOC Chornelis Chastelein di tahun 1714,
sejarah kota Depok telah dicatat sejak tahun 1450 yaitu sejak Sunan Kalijaga
bertemu dengan Ki Aling, salah satu ulama yang masih terhitung uwak prabu
Siliwangi di Pajajaran, pertemuan dua tokoh pendakwah Islam itu terjadi di
Lemah Duwur Poncol Banjaran Pucung. Lalu hadirnya pasukan Mataram dalam rangka
persiapan penyerbuan ke Batavia ditahun 1620 dengan poros Kali Sunter
Jatinegara dan Cilincing Jakarta utara, dilanjutkan dengan hadirnya para
tentara Banten di tahun 1682 dibawah pimpinan Pangeran Purbaya dalam
perlawanannya melawan tentara VOC Belanda, semua itu kiranya perlu ditelaah
oleh para ahli sejarah dalam rangka eksistensi kota Depok, sebab kalau dilihat
secara otentikitas dan data sejarah maka rakyat Depok hanya akan mendengar
sejarah satu sisi saja "kepahlawanan" Chornelis Chasteleyn ,
pensiunan Kolonel VOC.
Kota Depok
yang sepertinya terbelah persis oleh kali Ciliwung mempunyai sejarah panjang,
sejak Ki Aling Linggawuni menetap di Cilangkap Tapos Depok, salah satu
walisongo murid Maulana Magribi di Gresik dan Syech Quro Hasanudin Karawang ini
disebut juga Ki Langkap Kahfidatu, pada tarikh 1484 Masehi sempat menjadi guru
Sunan Kalijaga saat berdakwah ke Pajajaran, keduanya sempat bertemu di lokasi
mata air Kali Sunter Cilangkap. Lalu jejak sejarah yang lain adalah makam Ratu
Jaya istri Raden Papak dan lokasi embah buyut Beji di Depok I menunjukkan
hubungan pasukan Banten di bawah Maulana Hasanudin yang membuka pos di Beji ,
lalu pasukan Ratu Anti Maimunah di Karadenan, Bojong Gedhe Bogor dalam
perjalanan menaklukkan kerajaan Pajajaran di bawah Raja Surowisesa kira kira
bertarikh 1560 Masehi , Disusul datangnya pasukan sandi Mataram tahun 1620 di
wilayah Tapos Depok dalam ekspedisi rahasia yang dipimpin oleh Rati Roro
Pembayun (putri kesayangan Panembahan Senopati Mataram dan putranya Ki Lurah
Bagus Wanabaya, mereka membangun pos di hutan Kali Sunter hingga pasukan
Mataram dibawah Raja Sultan Agung menyerang besar besaran Batavia pada tahun
1628 - 1629 dalam ekspedisi Koloduto , Mataram mendapatkan kemenangan setelah
kepala Yaan Piters Zoen Coen, Gubernur Jendral VOC ke 4 Batavia ditebas dan
dibawa ke Mataram, jejak pasukan gerilya Mataram masih bercokol di Depok, sebab
pengaruh putra Bagus Wonoboyo yang bernama Raden Panji Wanayasa tetap menetap
di Tapos Depok, dan membuka jasa perjalanan haji bagi para jamaah haji dari
seluruh wilayah Nusantara bagian Timur, putra Panji Wanayasa bertebaran
kepelosok Jawa dan menjadi orang terpengaruh, sebut saja Untung Suropati, Ki
Ageng Gribig Klaten, Maulana Aris Leles Garut dan Syech Abdul Muhyi Pamijahan
di Ciamis Jawa Barat. Lalu Depok kembali menjadi tempat terhormat setelah
rombongan Sultan Ageng Tirtayasa Banten bertempu di wilayah Tapos , dimana
bukti kuburan keramat seperti Ambo Mayang Sari di Cimpaeun dan Tubagus
Pangeling di Leuwinanggung ditahun 1682, tahun 1700an lah Cornelis Chastelein
mendapat perintah VOC untuk membuka markas tentara khusus dalam menghadapi
gelombang pemberontakan Jawa Barat yang dilakukan oleh Haji Perwatasari dari
Jampang dan Tanujiwa dari Bogor
Kampung
Banjaran Pucung berasal dari toponimi kata Banjar (an) atau barisan dan Pucung,
sebuah tembang yang berisikan pesan pesan kematian , Kata ini berasal dari
pusat pelatihan prajurit intel kerajaan Mataram ( Pleret Yogyakarta ) yang
dididik secara keras dan disiplin dalam rangka mengarahkan prajurit dari
wilayah Mataram di Yogyakarta untuk menyerbu Batavia Belanda di pusat kota
(saat ini di sekitar Sunda Kelapa), Peristiwa penyerangan itu sendiri terjadi
pada tahun 1628 - 1629, sementara persiapan penyerbuan telah dilaksanakan mulai
tahun 1620 an, dipimpin oleh seorang tokoh perempuan Jawa Nyai Roro Pembayun (
di makamkan di Kebayunan Tapos) dan putranya lurah Ki Bagus Wonoboyo. Kata kata
Jajaran Pucung ini lama kelamaan berubah menjadi Banjaran Pucung dan kini
menjadi nama salah satu kampung diwilayah Cilangkap Tapos Depok.
Barisan
Lurah banjaran Pucung menuju Batavia di tahun 1628 - 1629 sebagai pasukan
pengendali pertempuran yang memberikan pedoman dan arah bagi pasukan besar
Mataram saat serbuan menyerang benteng VOC Belanda, saat pertempuran usai,
mereka kembali ke basis desa Banjaran Pucung, membuka sawah dan ladang, tinggal
sebagai mata mata Mataram.
Lie Suntek
adalah cucu dari Raden Bagus Wanabaya, putra dari Raden Panji Wanayasa yang
dimakamkan di Setu Jatijajar, dari nama Lie Sunteklah nama kali Sunter
disematkan. Lie Suntek adalah salah satu pelaku perjuangan melawan VOC Belanda
di Batavia saat perang VOC Belanda melawan kerajaan Banten di tahun 1682,
daerah sepanjang Kali Sunter dan Banjaran Pucung kembali menjadi Palagan
peperangan besar melawan penjajahan. Lie Suntek atau Santri Bethot adalah salah
satu mutiara Banten, peranannya cukup besar dalam kerajaan Banten karena beliau
di percaya sebagai pemegang kunci gedung harta kerajaan Banten. Kini sosok
pahlawan itu terbaring tenang di cungkup makam sederhana yang terletak di RT 03
/ RW 07 Poncol, Banjaran Pucung Cilangkap Tapos Depok, keberadaannya hanya
ditandai dengan hadirnya juru kunci makam yang bernama Bang Bohir, se orang
petani tunanetra yang setia membersihkan makam.
Subhanallah,luar biasa, ternyata Islam sudah menyatu lama,masuk ke relung-relunh jiwa masyarakat Depok,menginspirasi ulama ikut membebaskan dari cengkeraman penjajah dan bahkanembangun kota ini hingga hari ini
BalasHapusTerimakasih Bu Nurul, tulisan ini sangat menginspirasi
BalasHapusTerima kasi ibu sudah berkunjung ke blog ini,semoga bermanfaat informasinya.
BalasHapus